Dalam wacana fiqih dikenal istilah bailgh. Baligh dapat
dimaknai sebagai sebuah masa dimana seorang mulai dibebani (ditaklif)
dengan beberapa hukum syara’. Oleh karena tuntutan hukum itulah orang
tersebut dinamakan mukallaf. Sebenarnya tidak semua baligh disebut mukallaf, karena ada sebagian baligh yang tidak dapat dibebani hukum syara’ seperti orang gila. Disinilah kemudian muncul istilah aqil baligh
yaitu orang yang telah mencapai kondisi baligh dan berakal sehat (mampu
membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang
salah).
Dengan kata lain, seseorang yang sudah baligh dibebani hukum syara’
apabila ia berakal dan mengerti hukum tersebut. Orang bodoh dan orang
gila tidak dibebani hukum karena mereka tidak dapat mengerti hukum dan
tidak dapat membedakan baik dan buruk, maupun benar dan salah.
Rasulullah SAW bersabda, “Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum)
atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur
hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh." (HR Abu Dawud). Orang
gila dalam hadis ini menunjukkan orang yang tidak berakal.
Ulama fikih sepakat bahwa aqil baligh menjadi syarat dalam
ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, berakal menjadi syarat wajib salat,
puasa, dan sebagainya. Dalam muamalah, terutama masalah pidana dan
perdata.
Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat penting mengetahui batasan
antara baligh dan tidak baligh, karena ini merupakan kunci memasuki
hukum syara’. Dalam bahasa keseharian sering dikatakan bahwa baligh menjadi batasan amal seorang anak dihitung pahala dan dosanya.
Adapun tanda-tanda seorang anak dikatakan balig apabila telah mengalami satu dari tiga hal di bawah ini.
Pertama , apabila seorang anak perempuan telah berumur
sembilan tahun dan telah mengalami haidh (menstruasi). Artinya apabila
anak perempuan mengalami haidh (mentruasi) sebelum umur sembilan tahun
maka belum dianggap baligh. Dan jika mengalami (haidh) mentruasi pada waktu berumur sembilan tahun atau lebih, maka masa balighnya telah tiba
Kedua, apabila seorang anak laki-laki maupun perempuan telah
berumur sembilan tahun dan pernah mengalami mimpi basah (mimpi
bersetubuh hingga keluar sperma). Artinya, jika seorang anak (laki
maupun perempuan) pernah mengalami mimpi basah tetapi belum berumur
sembilan tahun, maka belum dapat dikata sebagai baligh. Namun jika mimpi itu terjadi setelah umur sembilan tahun maka sudah bisa dianggap baligh.
Ketiga, apabila seorang anak baik laiki-laki maupun
perempuan telah mencapai umur lima belas tahun (tanpa syarat).
Maksudnya, jika seorang anak laki maupun perempuan telah berumur lima
belas tahun, meskipun belum pernah mengalami mimpi basah maupun
mendaptkan haid (menstruasi) maka anak itu dianggap baligh.
Hal ini berdasar pada Safinatun Najah
Jumat, 08 Januari 2016
علامات البلوغ ثلاث تمام خمس عشرة سنة فى الذكر والانثى, والاحتلام فى الذكر والأنثى لتسع سنين والحيض فى الانثى لتسع سنين.
Begitulah selayaknya bagi
orang tua harus selalu memonitor anak-anaknya agar dapat menjalankan
tuntutan syariat sebagaimana mestinya.
0 komentar: