• twitter
  • rss
Senin, 25 Januari 2016
0


Rabu, 20 Januari 2016
0













0






Minggu, 10 Januari 2016
0



Jumat, 08 Januari 2016
0


Sejarah terbentuknya Resimen Mahasiswa ditinjau dari :
1.    Tinjauan Historis dan Psikologis
                  Menwa pertama kali dibentuk oleh Jendral Besar A.H. Nasution pada pemerintahan Orde Lama, misi dan tujuan dari pembentukan Resimen Mahasiswa terutama untuk membendung penyebaran paham komunis dalam kampus, dihadapkan dengan “ancaman nyata”, yaitu organisasi kepartaian termasuk PKI seperti CGMI dan lain-lain. Selanjutnya Resimen Mahasiswa lebih dikenal tahun 1963. Legitimasi keabsahannya adalah Keputusan Bersama Menteri Pertama bidang Pertahanan Keamanan (Wampa Hankam) dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) nomor : M/A/20/1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Perguruan Tinggi Jo Keputusan Bersama Menko Hankam / Kasad dan Menteri PTIP nomor : M/A/165/1965 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa sesuai dengan undang-undang Pertahanan Negara (UURI No. 29 Tahun 1954) yang berlaku waktu itu Panglima Teritorium III/Siliwangi (TT III/Slw) Kolonel R.A Kosasih mengeluarkan kebijakan mengadakan Latihan Keprajuritan Mahasiswa bandung.
             Pada tahun 1963 dibentuklah Resimen Mahasiswa berdasarkan Keputusan Bersama Wampa bidang Hankam dengan Menteri PTIP bersumber dari mahasiswa dari mahasiswa yang sudah mendapatkan latihan dasar keprajuritan, maka lahirlah Resimen Mahasiswa Mahawarman untuk daerah Jawa Barat dan Resimen Mahasiswa Maharuyung untuk daerah Sumatera barat, serta Resimen Mahasiswa lain lahir berturut-turut di daerah lainnya.


              Pada tahun 1967 terjadi perubahan pokok pikiran yang menggabungkan 3 bentuk DIKHANKAMNAS menjadi 1 bentuk yakni wajib latih Mahasiswa (Walawa) yang terbagi menjadi 3 bentuk, masing-masing dengan kualifikasi Tamtama, Bintara, dan Perwira. Pada kualifikasi Tamtama Walawa bersifat wajib, intra kurikuler dan intra universitas. Pada kualifikasi Bintara dan Perwira, Walawa bersifat sukarela selektif, ekstra kurikuler-intra universitas (dengan rekomendasi rektor). Setelah diadakan evaluasi pada tahun 1972 maka walawa ditingkatkan menjadi Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan, dengan Keputusan Bersama tiga menteri Menhankam/ Pangab, Mendagri dan Mendikbud nomor : Kep/39/XI/1975, 0246 a/U/1975 dan 247 tahun 1975 tentang Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan Rakyat dalam Pembelaan Negara. Di samping itu Resimen Mahasiswa  yang bersifat sukarela selektif, ekstra kurikuler intra universitas dan menjadi tanggung jawab tiga departemen yakni Dephankam, Departemen P & K dan Departemen Dalam Negeri yang prosedur pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Bersama tanggal 19 Januari 1978 nomor : Kep/02/I/1978, 05/a/U/1978 dan 17 A tahun 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa.
                Kemudian guna menyesuaikan situasi dan kondisi serta perkembangan yang ada amaka pada tanggal 28 Desember 1994 diadakan peninjauan kembali dengan menghasilkan keputusan bersama tiga menteri  yang baru yakni nomor : Kep/11/XII/1994, 0342/U/1994,149 tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara. Dan sebagai petunjuk pelaksanaanya pada tanggal 14 maret 1996 dikeluarkan beberapa keputusan Dirjen Persmanvet :
            Nomor Kep/03/III/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Resimen Mahasiswa
            Nomor Kep/04/III/1996 tentang petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Dhuaja dan Tunggul Resimen Mahasiswa dan Pemakaiannya
            Nomor Kep/05/III/1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa
            Kemudian pada tanggal 13 November 1996 Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor : 522/DIKTI/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi.
              Seiring dengan perkembangan dan sebagai upaya meredam gejolak-gejolak yang selama ini Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa cenderung berkiblat kepada TNI dan seolah-olah terlepas dari pembinaan kampus, maka pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2000 dikeluarkan KB Tiga Menteri Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor : KB/14/M/X2000, 6/U/KB/2000, dan 39 A Tahun 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Dengan dikeluarkan KB 3 Menteri tahun 2000 ini bukan berarti pembubaran Resimen Mahasiswa tetapi merupakan pengaturan kembali tentang mekanisme Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa agar diarahkan sesuai dengan kedudukan baik melalui lembaga kemahasiswaan maupun melalui RATIH.
2.    Tinjauan Yuridis
           
        - Undang-undang Pertahanan Negara (UU RI No. 29 Tahun 1954), yang dalam ketentuan peralihan UU RI No. 20/1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 1 Tahun 1988 tentang perubahan atas UU RI No. 20/1982 tersebut.
     - Kepres RI No. 55 tahun 1972 tentang penyempurnaan Hansip dan Wankamra dalam rangka penertiban Sishankamrata, sedangkan pembinaan dan penggunaannya diatur dalam keputusan bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri tahun 1975.
        - Kepres tersebut ditindak lanjuti dengan Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri No. Kep/11/XII/1984, tanggal 28 desember 1984 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara.
          - Undang-undang RI No. 56 tahun 1999 tentang Ratih.
            1).  Pasal 1 ayat 6 komponen Cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.
             2).  Pasal 8 ayat 1 komponen cadangan terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.
              3).  Pasal 9
                 a).  ayat 2 titik b keikutsertaan warganegara dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
                   b).  ayat 3 ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur undang-undang.

0

Aku tahu aku tidak layak dimaafkan Tetapi maafkan aku. Meskipun mungkin aku tidak termaafkan Aku tetap minta maaf. Walaupun memang kamu benar untuk tidak memaafkan aku Aku mohon …. Naafkanlah aku. Ya, maafkan aku… Aku yang tidak patut untuk dimaafkan memohon maafmu. Untuk yang terakhir kali walaupun engkau tidak ingin memaafkan aku Aku ingin minta maaf. Untuk terakhir… sekali lagi, Aku berlutut memohon maaf darimu. Meski telingaku tidak mendengar senandung maaf dari mulut kamu Ingin aku diampuni oleh kamu. Dalam heningnya malam yang syahdu Gairah hidupkupun hilang merindu Sejuta penyesalan penuhi ruang hampaku Selimuti pekat ruang kalbuku Membuat aku semakin pilu.. Kini hatiku semakin pilu Karena asa yang terganggu Jauh dari dasar hatiku Lewat torehan hati yang pilu Kucurahkan jeritan hati ini Kulayangkan kata maaf padamu Sebagai tanda keseriusanku.

0


Suatu ketika Rasulullah saw bersama orang-orang muslim di Madinah berkumpul untuk menentukan cara yang efektif menandai tibanya waktu shalat.
Sebagian dari mereka mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana yang dilakukan kaum Nasrani, sebagian yang lain mengusulkan agar memanfaatkan terompet seperti kaum Yahudi.
Setelah beberapa lama berdiskusi, para sahabat belum juga menemukan satu ide yang dapat dijadikan patokan untuk menginformasikan tibanya waktu shalat. Hingga kemudian Sayyidina Umar mengusulkan “mengapa tidak langsung menyuruh seseorang memanggil-manggil orang untuk shalat?”. Maka Rasulullah saw secara spontan memerintahkan Bilal “hai Bilal panggillah mereka untuk shalat”. Bilalpun mengumandangkan adzan untuk pertama kali dalam sejarah. Begitulah asal-usul adzan sebagaimana tersebut dalam hadist Shahih Bukhari dalam Kitabul Adzan. 
Adapun mengenai sistematika adzan itu sendiri yang diajarkan Rasulullah saw kepada sahabat Bilal adalah sebagaimana yang kita dengar sekarang ini. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw.
عن أنس رضي الله عنه قال: أمر بلال أن يشفع الأذان, وأن يوتر الإقامة إلا الإقامة 
Diriwayatkan dari Anas r.a.  Bilal diperintahkan untuk mengulang pengucapan (kalimat) adzan dua kali, dan untuk iqamah satu kali kecuali ‘qad qamatis shalah’ 
Begitu pula bagi yang mendengarkan, disunnahkan untuk menjawabnya sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw dengan mengikuti kalimat muaddzin kecuali ketika kalimat hayya alas shalah dan hayya alal falah, maka jawabannya adalah lahaula wala quwaata illa billah.
Adzan dan iaqamah sendiri menurut fiqih merupakan salah satu kesunnahan yang harus dikumandangkan bagi mereka yang hendak mendirikan shalat. Hal ini menjadi penting apabila kita mengingat sebuah hadits Rasulullah saw yang menerangkan keutamaan adzan, bahwa ketika adzan dikumandangkan, setan lari terbirit-birit sambil kentut hingga ia tidak mendengar suara adzan. Ketika adzan telah selesai maka ia muncul lagi dan pada saat iqamah diperdengarkan, ia pun lari terbirit-birit lagi. Dan ketika iqamah selesai ia datang kembali dan membisikkan sesuatu kepada dalam hati manusia dan mengingatkan manusia segala ini-itu, yang tidak teringat sebelum shalat. Demikian, sehingga manusia itu lupa (ragu) berapa rakaat yang telah ia kerjakan. Sebagaimana diterangkan dalam Mukhtashar Sahih Bukhari di bawah ini:
‏ ‏حدثنا ‏ ‏عبد الله بن يوسف ‏ ‏قال أخبرنا ‏ ‏مالك ‏ ‏عن ‏ ‏أبي الزناد ‏ ‏عن ‏ ‏الأعرج ‏ ‏عن ‏ ‏أبي هريرة ‏أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏إذا نودي للصلاة أدبر الشيطان وله ضراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضى النداء أقبل حتى إذا ‏ ‏ثوب ‏ ‏بالصلاة أدبر حتى إذا قضى ‏ ‏التثويب ‏ ‏أقبل حتى يخطر بين المرء ونفسه يقول اذكر كذا اذكر كذا لما لم يكن يذكر حتى يظل الرجل لا يدري كم صلى
Maka menjadi wajar jika dikemudian hari adzan dan iqamah menjadi tradisi tersendiri bagi kaum muslim yang biasa dikumandangkan dalam waktu-waktu penting tertentu yang dianggap ‘rawan’ dari godaan syaitan. Sebagaimana adzan-iqamah diperdengarkan ditelinga mereka yang pingsan, atau ketika melihat ular yang tidak pada tempatnya (di kantor, di rumah dll).
Begitu dekatnya hubungan adzan-iqamah dengan shalat, sehingga keduanya menjadi simbol dari keislaman itu sendiri. Belum lagi kandungan keduanya yang menyerukan syahadat tauhid dan rasulnya. Oleh karenanya sebagian masyarakat muslim menjadikan adzan sebagai salah satu tradisi penanda ketauhidan yang sangat bernilai bagi mereka yang mendengarkan baik sebagia bentuk pengajaran (seperti adzan-iqamah untuk bayi yang baru lahir) atau pengingat (bagi mayit yang hendak dikuburkan).